Wisata Culiner Borneo
KESENIAN KALIMANTAN
Sejarah TARIAN HUDOQ
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari kahyangan. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa memanggil roh baik maupun roh jahat. Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang. Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak. Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13 dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi. Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan. Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq. Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung dengan para Hudoq. Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean, Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan lancar. Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini, menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa diterjemahkan oleh sang Dayung. Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam, apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama. Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali. Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi. Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli : http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
MUSIK TINGKILAN DAN KERONCONG SEBAGAI WARISAN BUDAYA INDONESIA
Posted on May 17, 2012 by tjroeng
Oleh Nueng Ibrahim
IRAMA BAHARI MUSIK KERONCONG & TINGKILAN
Budaya adalah suatu warisan dari leluhur atau nenek moyang kita yang tidak ternilai harganya. Negara Indonesia disebut Negara maritim karena dikelilingi oleh banyaknya pulau, budaya Indonesia yang sangat beraneka ragam telah membentuk kepribadian bangsa itu sendiri, budaya itulah yang mampu merubah sikap manusia.
SEJARAH MUSIK TINGKILAN
Musik Tingkilan merupakan warisan budaya leluhur Kutai Kartanegara. Kutai kartanegara merupakan kota bersejarah, dimana daerah ini dulunya terdapat peristiwa sejarah kehidupan masyarakat, yaitu adanya sebuah Negara sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.Daerah ini dipimpin oleh seorang raja Kutai Kartanegara Ing martadipura dan di dalam sejarah bangsa Indonesia, kesultanan Kutai Kartanegara adalah kerajaan Islam tertua di Nusantara.Akibat pengaruh budaya islam ini, maka pada waktu itu ada seseorang yang bernama “ ANDUN ‘ membuat alat petik bentuknya menyerupai Ganon, alat musik padang pasir, kalau di tanah kutai disebut GAMBUS.Dalam kurun waktu tertentu terciptalah sebuah komunitas musik, yang dinamakan musik tingkilan
Musik Tingkilan adalah musik daerah pesisir Mahakam. Lagu tingkilan di gunakan masyarakat zaman dahulu kala sebagai pengantar bahasa atau keinginan seseorang untuk menyampaikan sesuatu baik ilmu maupun nasihat serta pernyataan pribadi atau percintaan dalam bentuk pantun atau sindiran yang disampaikan saling berbalas pantun. Musik tingkilan juga biasa digunakan untuk musik pengiring sebuah tarian yaitu tari JEPEN. Kesenian ini biasa di tampilkan pada acara-acara seremonial baik yang bersifat keagamaan, upacara perkawinan, upacara pemberian nama anak (bayi) maupun acara – acara hiburan lainnya.
ARTI DAN MAKNA TINGKILAN
Tingkilan berasal dari bahasa kutai, di mana terdiri dari 2 (dua) kosakata yaitu TING & KIL, TING artinya suara sebuah senar yang di petik, sedangkan KIL adalah pekerjaan memetik senar gambus dan adanya akhiran an disitu adalah symbol perbuatan orang yang memainkan atau biasa disebut NINGKIL (dalam arti perbuatan). Dalam bahasa hakikat atau pilsafat Kutai Kartanegara, TING itu berarti : cepat atau secepat kilat sedangkan KIL itu berarti: Ketangkasan atau kemampuan. Tingkilan dalam bahasa filsafat kutai kartanegara adalah kemampuan yang lebih atau ketinggian ilmu. Dapat dijabarkan lagi arti kemampuan lebih atau ketinggian ilmu itu adalah ketaatan, santun, rendah hati menuju pada iman dan taqwa.Itulah ciri dari kepribadian bangsa Indonesia. Nah, kalau kita pelajari ungkapan tingkilan itu bermakna ketaatan dan kesantunan dalam berilmu, dalam berbahasa, berbangsa, bernegara, bermasyarakat, serta berkeluarga. Inilahinti suatu ungkapan budaya terhadap kehidupan manusia di muka bumi, agar manusia tidakmeninggalkan budaya bangsanya sendiri. Budaya itu tumbuh di kembangkan oleh para leluhur kita bukan sekedar ciri peradaban namun lebih dari itu terkandung makna yang sangat dalam bagi kehidupan manusia.
ALAT PERKUSI
Alat musik tingkilan yang di gunakan adalah :
Satu buah Gambus.
Dua buah ketipung atau gendang.
1. GAMBUS
Bahan untuk membuat sebuah gambus adalah dari kayu yang tidak terlalu padat daya rekat isi kayu tersebut. Pengrajin biasanya menggunakan kayu nangka untuk membuat sebuah gambus agar mampu menghasilkan getaran suara dinamik sebuah musik gambus dan gambus berdawaikan 4 shap di mana setiap shapnya terdapat 2 buah dawai atau senar dan satu dawai tunggal berfungsi sebagai bass (jatuhnya mat pada sebuah irama).Dengan perkembangan tekhnologi maka sekarang Gambus ada yang berdawai 7 bahkan ada yg berdawai 9. Dahulu orang baharimenggunakan dawai yang terbuat dari bahanswasa, campuran tembaga dengan emas, sebelumsenar nilon di ciptakan. Untuk membuat dawai tersebut menggunakan cara tradisional seperti orang membuat tali logam di tukang emas yang disertai dengan mantra menurut ajaran agama Islam dan melakukan puasa beberapa hari.Maka tak heran jika kita pernah mendengar cerita orang dahulu, bahwa ada wanita maupun pria yang mendengar suara gambus tergila-gila dengan orang yang memetik gambus.Barangkali kalau kita ambil dalam bahasa filsafat tingkilan itu berartitingginya ilmu, karena getaran suara saja mampu membuat orang tergila-gila dengan orang yang mengumandangkan suara gambus.
2. KETIPUNG
Ketipung adalah sebuah gendang kecil, terdiri dari kayu bundar berlubang di tengahnya untuk menumbuhkan suara bulat dan di muaranya di beri kulit sapi atau kambing.Pada mulanya masyarakat kutai membuat gendang ini dengan membentuk 2 sisi tabuh seperti gendang jawa. Tetapi ada juga yang menggunakan satu sisi tabuh dan dimainkan oleh dua orang penabuh yang di namai masyarakat kutai BERUAS.
EVOLUSI DAN REVOLUSI MUSIK TINGKILAN
Musik tingkilan dalam perjalanannyamenemui era tekhnologi dimana musik tingkilan mampu berkaloborasi dengan alat musik keroncong dengan tidak meninggalkan aspek tradisi baik alat musik maupun lirik dan melodynya. Adapun komposisi alat yang di gunakan adalah :
Gambus.
Gitar acustik.
Cello / Selo.
Ukulele.
Tenor (cak).
Contra bass atau Bass gitar elektrik.
Biola.
Flute.
Organ atau keyboard.
Saxophone.
PELESTARIAN SENI MUSIK TINGKILAN
Budaya musik keroncong Tingkilan adalah salah satu bentuk warisan leluhur yang sepatutnya di lestarikan dan di perkenalkan kepada masyarakat dunia.
Musik Tingkilan pada perkembangannya merupakan salah satu musik yang berakar pada budaya bangsa dengan mempunyai sajian yang sangat unik dan tidak ada di daerah lain, karena ada beberapa instrumen dan pola permainan yang tidak dimiliki setiap musik didunia seperti gambus, cello, ukulele, yang dimainkan secara tehnik yang berbeda dari biasanya. Apalagi bentuk dan karakter suaranya yang lain membuat musik tingkilan digemari masyarakat Indonesia.
Hanya permasalahannya yang di hadapi masa kini,adanya musik modern seperti musik rock, dangdut, pop, dan lain-lain.Kecendrungan generasi muda untuk menggali potensi musik daerah ini hampir tidak tersentuh.Yang sangat menyedihkan, musik tingkilan yang di mainkan oleh beberapa kelompok seni di dalam masyarakat kutai kartanegara di kemas asal-asalan atau tidak profesional.Sekarang ini dapat dilihat banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai budayanya sendiri, dikarenakan akibat melemahnya minat generasi muda untuk menggali potensi budayanya sendiri.Sedangkan kita tahu hasil pengamatan kita selama ini bahwa musik tingkilan cukup banyak di gemari oleh masyarakat luar daerah, hanya tinggal bagaimana kita mengemas suatu garapan yang lebih harmonis dengan menggabungkan jenis alat musik lainnya, seperti penggabungan antara musik keroncong dengan musik dan lagu tingkilan.
Ansambel Tingkilan
Ansambel Tingkilan sekitar tahun 1950 belum begitu di pengaruhi oleh unsur-unsur musik keroncong, para seniman dan seniwati tingkilan masih menggunakan alat musik yang di anggap tradisional dalam budaya mereka sendiri, misalnya Gambus, Ketipung, Marwas, Rempak.
Biasanya ansambel Tingkilan dengan instrumenasi seperti ini digunakan dalam berbagai acara, terutama sebagai hiburan di kalangan masyarakat dalam lingkup yang sempit (yakni mereka yang berada di tempat pementasan Tingkilan tersebut).
Salah satu contoh ansambel Tingkilan yang belum terpengaruh Keroncong.( yang memainkan adalah seorang tuna netra ).
Ansambel Tingkilan Kontemporer
Ansembel musik tingkilan saat ini telah terpengaruh dengan idiom-idiom musik keroncong baik dari segi instrumenasi pola permainan, maupun dari idiom-idiom musiknya. Instrumen dalam ansembel tingkilan saat ini meliputi, Sello, Cak, Cuk, Gitar akustik, Bass, Biola, Flute, Organ, Saxophone dan lalin lain.
Upaya yang ingin di capai dalam pengembangan musik tingkilan ini adalah :
Terlestarinya seni budaya kutai kartanegara yang lebih bermartabat ke seluruhNusantara dan dunia, khususnya Daerah Kutai Kartanegara.
Memperkenalkan seni budaya Kutai Kartanegara ini kepada generasi penerus melalui sekolah-sekolah dan dapat dijadikan sebagai muatan lokal.
Pembuatan CD dan VCD baik pendokumentasian lagu tingkilan tradisional maupun yang kontemporer serta penjelasan singkat sejarah budaya tingkilan maupun cara memainkan musik tingkilan
Langganan:
Postingan (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar